Selamat Datang

" S E L A M A T D A T A N G "
Pengunjung Setia Blog Aan Archie Semoga Blog Ini Dapat Bermanfaat Bagi Pengunjung Sekalian

Jumat, 16 November 2012

Sejarah Beberapa Topik Aritmetika

Angka yang kita gunakan sekarang ini ada yang menyebut sebagai Angka Arab, Angka Hindu-Arab, atau Angka Hindu. Apa yang disebut Hindu dalam banyak literatur menunjuk pada makna India, suatu wilayah peradaban yang maju sejak zaman dulu. Secara kronologisnya walau dalam bentuk yang berbeda, angka yang kita gunakan sekarang ini berasal mula dari India, lalu mengalami perubahan di wilayah Arab, baru kemudian diterima di Eropa dan di seluruh dunia.
Masa peralihan tersebut tidaklah sederhana. Mungkin mula-mula angka itu berasal dari angka Gvalior, lalu secara berangsur-angsur mengalami perubahan bentuk hingga di tangan beberapa matematikawan, semisal Aryabhata I (476-k.550) dan Brahmagupta (k.598-k.670). Catatan Arab yang pertama menjelaskan tentang angka Hindu tersebut adalah Algoritmi de numero Indorum, terjemahan Latin dari karya al-Khwarizmi (k.780-k.850). Dari nama al-Khwarizmi pada buku itu, muncul istilah algoritma. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa penggunaan pertama bilangan nol sebagai nilai tempat dalam sistem basis desimal (seperti sistem yang kita gunakan sekarang) berasal dari al-Khwarizmi dalam bukunya tersebut. Oleh matematikawan Eropa, cara penulisan bilangan Hindu-Arab tersebut kemudian dikenal dengan sebutan algorism (nama ini pula yang menjadi cikal bakal kata algoritma). Buku asli tertua yang masih ada yang membahas tentang angka dan bilangan India tersebut adalah Kitab al-fusul fi al-hisab al-Hindi, karya Abu al-Hasan al-Uqlidisi (k.952).
Angka India ini mengalami perubahan bentuk dan terpecah menjadi dua bentuk. Yang pertama berkembang di bagian timur daerah Islam saat itu. Bentuk ini akhirnya menjadi angka yang dipakai orang Arab sekarang ini. Sementara yang berkembang di bagian barat (termasuk Spanyol, dulunya daerah kekhalifahan Abbasiyah), menjadi angka Hindu-Arab yang sekarang kita gunakan. Sebagai gambaran, di bawah ini 2 tipe tersebut dari tulisan al-Biruni (973-1055) tahun 1082 di kawasan timur dan dari tulisan al-Banna al-Marrakushi (1256-1321) di kawasan barat.

http://p4tkmatematika.org

Matematika dan Seni

Ketika seseorang mengatakan bahwa matematika dikatakan sebagai sebuah mata pelajaran yang mudah dan menyenangkan, apakah anda akan mengatakan YA pada pernyataan itu? Bagaimana dengan pernyataan bahwa matematika itu indah? Apakah jawaban anda juga YA? Kenapa?…

Apakah yang indah dari matematika? Bisakah matematika membuat panca indera kita mengatakan indah? Atau indah karena membuat kita berfikir logis dan terstruktur sehingga semua serba teratur? Banyak pertanyaan untuk menghubungkan antara matematika dengan keindahan. Salah satu cara memahami hubungan antara matematika dengan keindahan dapat dilakukan melalui pendekatan seni. Hal ini lebih mudah karena seni sangat dekat dengan keindahan. Matematika sebenarnya juga mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan seni.

Liang Gie (2004:81) menyatakan bahwa matematika telah tampil dalam pertumbuhan pemikiran manusia secara sangat beraneka ragam sebagai ilmu formal, ilmu tentang bilangan dan ruang, ilmu yang mempelajari kuantitas dan keluasan, menelaah hubungan bentuk, struktur, proses pemikiran yang bersifat abstrak, deduktif, simbolik dan masih banyak lagi penyebutan lainnya. Dalam keilmuannya, matematika bisa berdiri sendiri sebagai sebuah ilmu atau bisa juga menjadi ilmu pendukung dari berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya.

Dua pencirian tentang matematika membuatnya terlibat dengan persoalan keindahan pada karya seni. Pencirian pertama ialah perumusan sebagai “the science of magnitude or measurement of position” ( ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak). Misalnya salah satu cabang matematika yang disebut geometri proyeksi memusatkan perhatian pada letak dari titik dan garis. Peran matematika dalam seni arsitektur dan lukis sudah sangat menonjol dari dahulu. Dalam seni lukis dikenal pula istilah pengetahuan perspektif yang pada masa sebelum renaissance ( abad 14 sampai 16) belum dikenal. Dengan mulai dimanfaatkannya konsep matematis oleh para pelukis sejak abad 14, maka lukisan menjadi tampak lebih hidup, relistis dan indah. Dalam perkembangan selanjutnya, seni arsitektur juga banyak menggunakan peran matematika dalam menciptakan keindahan gambar itu sendiri maupun hasil konstruksinya.

Pencirian kedua yang dikemukakan oleh ahli matematika W.W.Sawyer (1957:12) adalah “ mathematics is classification and study of allpossible pattern. Pattern is here usedin a waythat not everybody may agree with. It is to be understood in a very wide sense, to cover almost any kind of regularity that can be recognizedby the mind” ( matematika adalah penggolongan dan penelaahan tentang semua pola yang mungkin. Pola disini dipakai dalam suatu cara yang tidak setiap orang dapat menyetujuinya. Ini dipahami dalam suatu makna yang luas, mencakup hampir setiap jenis keteraturan yang dapat dikenali oleh pikiran). Berbagai perwujudan dalam alam mempunyai suatu pola atau keteraturan.  Pola pola yang sama seringkali terkandung dalam beraneka benda atau keadaan yang tampaknya berbeda-beda. Tetapi, sekali pola alamiah yang sama itu diketahui dan dipahami oleh ahli matematika, dapat diwujudkan menjadi pola dalam matematika. Pola-pola yang terbentuk di alam (fraktal, fibbonaci dan lain sebagainya) merupakan pola yang ada di alam tetapi kemudian bisa dikembangkan menjadi karya seni yang lebih menarik. Batik, crop circle dan bahkan seni videopun sekarang banyak yang menggunakan pola fraktal sebagai sumber idenya.

Charles Saunder Peirce ( 1839-1940) pernah menyebutkan bahwa “every science has a mathematical part, a branch of work that the mathematician  is called to do”. Seiring dengan pendapat itu, dapatlah kiranya dikatakan bahwa setiap seni juga mempunyai suatu segi matematis yang dapat memanfaatkan bantuan dan pengetahuan matematika.

( bersambung…..)

 


DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang. (2004), Filsafat Keindahan, Pusat Belajar Ilmu Berguna, Yogyakarta
Sawyer, W.W. (1957), Prelude to Mathematics, Harmondsworth, Penguin Books